Sabtu, 27 Agustus 2011

Ceplas-Ceplos Penulis

Assalamu Alaikum, halo namaku Rasyiqah Fitriyah dan aku penulis gadungan yang masih berusia 16 tahun. Tulisan kali ini mungkin hanyalah sekedar tulisan perkenalan tentang diri saya.

Well, I'm just an ordinary girl. Aku bukan cewek yang yang dipenuhi keistimewaan, begitu banyak kekurangan yang aku miliki. Tetapi aku bukan orang yang rendah diri, aku adalah cewek optimis yang punya mimpi-mmpi indah, tentang cita-cita, harapan, dan tentu saja cinta. 

Secara fisik aku hanyalah cewek kecil dan tentu saja imut :D. Aku berpenampilan sederhana, dengan memakai kerudung dan aku akan bertambah imut! Aku benci dengan tampilan yang berlebihan (lebay) dengan berbagai aksesoris di sana sini (gaya bling-bling gitu lho)

Berbicara tentang cita-cita, aku ingin menjadi seorang dokter! Tetapi aku juga ingin tetap mengajar sesuai dengan cita-citaku sebelumnya, seorang guru. Hehehe, Tuhan memberikan aku anugrah untuk hal ini. Harapan? Semua yang membuatku menjadi manusia yang lebih baik adalah harapanku. Mengenai cinta? Tentu saja, ada seseorang yang membuatku menjadi semakin terpacu menjadi lebih baik. He is my inspiration. Membuatku memakai cinta ke jalan yang benar.

Dari segi prestasi, kurasa aku sangatlah kurang dengan prestasi-prestasi yang baru kuraih, seutas kata yang kupetik dari seseorang, "Janganlah bangga dengan prestasi yang kamu raih, tetapi gunakanlah prestasi itu sebagai motivator untuk meraih sejuta prestasi lain." Inilah yang kujadikan prinsip dalam hidupku. Pertama, "JANGAN BANGGA DAN MENYOMBONGKAN PRESTASI YANG KAMU PUNYA" kedua, "TAPI BERUSAHALAH MERAIH PRESTASI LAIN YANG MENANTI KAMU"

Tuhan memberikan aku anugrah yang paling indah di hidupku dengan cinta dan kasih sayang yang selalu menyinari dalam kehidupanku. Well, this is my little 'ceplas-ceplos'...
Wassalam...




Ceplas-Ceplos Cerita Membuat Kue Tart untuk Iphe dan Nunu

Berhubung ada moment yang membahagiakan utk STONE. Aku cuma mau berbagi cerita waktu bikin kue utk Ultah Iphe dan Nunu... Maaf kalo tulisanku amburadu...
Rencana itu datang…
Bermula dari rencana acara  “Ngumpul-Ngumpul Anak Stone” yang direncanakan pada 6 Juli 2011 di mana kita mau bikin kue Blackforest di rumahku dimajukan menjadi tanggal 4 Juli karena si Iphe mau buat acara syukuran di Ultahnya…

Kita langsung setuju, berhubung ini adalah ANUGRA (Anu Gratis, istilah Stoners dalam menyebutkan makanan dan/atau minuman yang berwujud gratisan). Sayang juga sih, karena acara tanggal 4 Juli gak ada home made yang kita buat sendiri… TT

Namun, entah dari mana ide ini datang, aku/sa/saya punya gagasan untuk membuatkan Iphe dan Nunu kue tart di rumahku. Dengan berbagai kerumitannya, pada 3 Juli terkumpullah orang-orang yang setuju dan ingin membuat kue bersama-sama di rumahku. Mereka… adalah… Bun”, Fatma, Madya, dan Ella…

Belanja Bahan-bahan
Saya, selaku “Chef Leader”*pedenya* mau membuat Sponge Cake trus nanti dihiasi dengan mentega putih (berhubung Wheap Cream mahal). Kita berkumpul di depan Dipa Jaya berhubung waktu bikin Blackforest sa beli bahannya di sana. Ternyata eh ternyata took Dipa Jaya tutup! Hiks, berangkatlah saya, Bun”, dan Fatma mencari di toko lain (Madya dan Ela ngaret abis)

Akhirnya kami menemukannya di Ade Swalayan. Kita sih pake Pondan Sponge Cake, karena harganya murah dan bahannya satu kali habis. Bayangkan kalo kita mau beli terigu, tepung maizena, pewarna makanan, vanili... Hoalaah sudah bahannya bersisa pasti menguras dana yang selangit, sementara kantongku jumlah populasinya semakin sedikit.

Total belanja di Ade Swalayan adalah Rp20.000 (murah to?) trus pergi deh ke Mega Matahari untuk membeli telur, mentega putih dan margarin. Sayang telur gak ada, ternyata Madya membawa 6 telur dari rumahnya... Alhamdulillah...

Belanja is finish! Tinggal pulang ke rumah dan membuat kuenya. Kendalanya adalah Nyonya Ngaret  si Pela belum datang... Menunggu dan akhirnya nyaris jam 2 dia nongol di seberang jalan.

Sampai di Rumah, Let’s Start for Making that Cake

Alamat rumahku : Jln. Wulele BTN Lacinta Blok H/24. Kalo mau ke sini, minggir di jalan samping  SMP 4, dan menapaki jalan yang berliku-liku, sampailah di rumahku. Nyanyanya... menyempatkan diri melihat trio anak kucingku yang baru lahir dari salah satu dari 4 kucing betinaku (Yoyyoo *numpang promosi kucing-kucingku).

Let’s start... Di sini sa bertugas seperti Chef Leader begitu (hahags). Bun”, Fatma, dan Ela di pembuatan adonan kue... Madya dibantu Riska melelehkan mentega dan butter. Sedangkan saya di bagian oven (bukan oven seperti artis-artis kasan, melainkan oven HOCK, tanganku bau minyak tanah pula gara-gara menuang minyak tanah ke kompor)

Selebihnya beres, Bun” yang perapi memang dibutuhkan dalam membuat dapur rumahku tak berantakan! Adonan kue sudah jadi... Mereka mengolesi cetakannya dengan mentega, menuangkannya ke cetakan... dan dimasukkan deh ke dalam oven...

Tak lupa tentu saja kita berfoto! Hehehe... Di petunjuk pembuatan tertulis 35-40 menit...
Berhubung Madya juga membawa bahan untuk membuat Blackforest kukus, kita membuat Blackforest juga. Bedanya kita memanggang kuenya, namun karena keterbatasan telur (seharusnya 10) kita menambahkan lebih banyak rombutter ke dalam kuenya supaya agak lembut.

20 menit berlalu, sa cek kembali kue sponge di oven... Masih belum matang... Berhubung kita takutnya kue tersebut gosong, kita pindahkan kuenya di bagian atas... Sementara Blackforestnya ditaruh di bagian bawah...

Entah berapa kali sa tengok itu kue, hingga akhirnya muncul warna cokelat-cokelat di ujung kue spongenya... Tapi tengahnya masih cair... damn, apinya terlalu besar. Well, kita mengecilkan besar api, seray berharap “please jangan gosong... kue untuk ultahya temanku ini...”

Bagian tengah kuenya seperti lava, cair-cair tapi kental trus menggembung... Akhirnya  kita tusuk-tusuk kuenya pake lidi (Ngekk, nggak ada dalam petunjuk pembuatan)...

Sponge Cakenya Matang, Horee...
Prosedur menusuk dengan lidi itu sebenarnya untuk mengetahui kuenya sudah matang atau tidak, jika ketika menusuk kue tak ada adonan yang menempel, berarti kuenya telah matang! Diangkatlah Sponge Cake tersebut, sementara Blackforest adonan 2 dimasukkan ke oven...
By the way, Madya membelikan kami Indomie goreng... Si ela yang tadinya nagun dan online akhirnya terjun kembali ke dapur untuk membuat mie dan untuk makan sore kami.

Riska, Madya, Bun”, Fatma, and saya membuat cream untuk tart (Mentega putih+gula halus+susu dimix)... Kita saling cicip, “Rasanya dah pas ato belum?” pokoknya seru dah...

Makan sore memang lezat, INDOMIE goreng sih...  Sayang madya n ella keburu pulang, dipanggil mama tersayang... Bye bye... (padahal Blackforestnya belum matang... Rencananya blackforest ini mau kita makan sendiri :D)

Seusai shalat ashar, Sponge Cakenya dibersihkan dari warna-warna cokelatnya... Kita agak kesusahan di bagian membalik kue, takutnya kue tersebut malah hancur... Finally masalah tersebut beres (dalam waktu yang lama).

Blackforestnya juga sudah matang dah, tapi dia Cuma dibiarkan di atas meja... Karena ini waktunya utnuk menghias kue...

Menghias kue, Deg deg deg...

Ini PERTAMAX kalinya kita memanggang kue sendiri, membuat Sponge Cake, menghias Sponge Cake dan menyulapnya menjadi kue tart...Deg... deg... deg... Gimana kalo kuenya hancur? Sponge Cakenya enak, tampilannya amit-amit? God, give us more power...

 Seingatku, pertama dilapis dulu seluruh kuenya pake cream yang udah dibuat... Kita sih memilih warna putih, nanti kembang-kembangnya pake warna ungu (sebenarnya mau biru>kesukaan Iphe dan Nunu tapi kita tak menemukannya)

Grgrgr... Sa melapis gak mau rapi-rapi (TT), untunglah Bun” bisa membuatnya lebih rapi... >

Together better... hasilnya lebih baik euy... Berbekal peralatan menghias kue mamaku (yang Cuma bersisa dua dan kertas glasur yang diganti menjadi plastik biasa) kuenya sudah dibalut! (sementara si blacky*nama panggilan blackforest diabaikan di atas meja)

Sekarang saatnya membuat hiasannya... Kita menggunakan pasta warna ungu, untuk hiasan di bawah pake warna ungu muda. Tess, tetesan kecil pasta ungu tersebut jatuh di cream, aduk sampai rata... Jadi warna ungu deh. Dimasukkan deh ke dalam plastik yang ada cetakannya... And...

Perlahan-lahan saya membuat bulatan-bulatan seperti bunga di bagian bawah kue... Lumayan  cantik lah dibandingkan sewaktu latihan di piring kosong (Ternyata aku bisaa \(^^)/ ) Yeee jadi deh hiasan bagian bawahnya...

Trus Riska membuat garis-garis di dinding kuenya... Keren-keren... Sementara Fatma, saya, n Bun” menaburi cokelat di atas kuenya...

Selanjutnya di bagian atas... Mereka punya ide untuk menaruh 2 potongan cokelat di atas kue itu. Finally sa tata dua potongan kuenya secantik mungkin. Trus kami melanjutkan dengan membuat kembang-kembang bulst di bagian atasnya. Riska menyarankan memberinya warna ungu tua...

Trus kita menulis “HB IPHE NUNU” di kue tartnya. Riska menulis huruf H, B, I, P, dan H, saya mengambil alih menulis huruf E... Dihina habis-habisan -.-“.... Dilanjutkan lagi Riska menulis huruf N, U, saya mengambil alih lagi, menulis huruf N, U arggh, seperti cacing... Beberapa kali diulang... (Ps: rencananya nama Nunu Cuma ditulis NU2 saja, tapi kasihan... :p)

Jreng-jreeengg... Berbekal chaca yang diberikan Ela... Kue tart tersebut akhirnya jadi.... Horeeee....

Kue Tartnya Jadi... Take a picture, and then WASH DISHES -__-*, take picture again, finally they go home... :)

Yeyeyeye... Tartnya jadi and hasilnya ga mengecewakan... Senangnya... Akhirnya kita menengok juga deh blackforestnya. Memotongnya beberapa bagian. Dan... memakannya... Yummy, biar mengubah balckforest kukus --->panggang rasanya tetap enak!

Kita berfoto di laptop bapakku untuk beberapa kali take... Dan cuci piring (I don’t like this part --) Fatma sebagai penyabun, saya bilasan pertama, Bunda bilasan kedua sekaligus penata di keranjang. Ada satu bencana yang terjadi ketika cuci piring, waktu mengangkat air, tak sengaja sa jatuhkan timba berisi air... dan Fatma jadi basah... Huwaa maaf Fatma... -.-“

2 keranjang cuci piring selesai... Kita berfoto lagi deh di ruang tamu... Berhubung Master Chef sudah main dan jam sudah menunjukkan setengah 6.. Bun” dan Fatma pulang deh... :) Bun” dan Fatma membawa pulang sepotong Blackforest yang lumayan besar.

Kue tart tersebut dimasukkan ke dalam kulkas dengan sangat hati-hati...
I wish they would like our first tart...

Resensi Buku Novel Sherlock Holmes The Sign of Four, untaian kata gombal dalam menulis resensi by Rasyiqah Fitriyah


Judul                                   : Sherlock Holmes, Empat Pemburu Harta
Judul  Asli                          : Sherlock Holmes, The Sign of Four
Penulis/Penerjemah            : Sir Arthur Conan Doyle/Sendra B. Tanuwidjaja
Penerbit                            : PT  Gramedia Pustaka Utama
Tahun                                 : 2006
Tebal                                   : 216

Sir Arthur Conan Doyle kembali dengan karya novel misteri Sherlock Holmesnya yang mengesankan. Kali ini ia kembali menuangkan kisah misterinya dalam Sherlock Holmes The Sign of Four, Empat Pemburu Harta. Gaya penulisannya membawa kita memasuki rentetan kasus rumit yang ditulisnya.
Mengambil setting London di akhir abad 19, Sir Arthur Conan Doyle memulai kisahnya. Dr. Watson, merupakan tokoh ‘aku’ dalam cerita novel misteri ini. Dalam setiap seri novel Sherlock Holmes, Dr. Watson selalu menceritakan Sherlock Holmes, sahabatnya sekaligus tokoh utama dalam cerita ini dalam petualangan mereka memecahkan rentetan kasus-kasus sulit. Inilah sudut pandang yang berbeda dari cerita biasanya yang menjadikan tokoh ‘aku’ sebagai tokoh utama. Saya benar-benar terkesan dengan gaya penulisan Sir Arthur Conan Doyle.
Sir Arthur Conan Doyle memang bermaksud membawa pembaca mengikuti jalur demi jalur kasus misterius yang mengesankan, membuat pembaca terbawa terbang ke pesona setting London akhir abad 19 dengan gaya analisis dan deduksi dari seorang Detective Sherlock Holmes yang tak terduga dan membuat geregetan.
Buku Sherlock Holmes yang mengesankan ini, bila saya pandang dari segi fisiknya juga tampak mengesankan. Apresiasi juga saya berikan kepada editor, dari cover yang menarik, memberikan kesan ‘ingin dibeli’ untuk setiap penggemar cerita misteri bahkan untuk seorang awam yang bukan penggila cerita  misteri. Pemilihan huruf yang pas juga mendukung pembaca untuk menikmati runtutan kasusnya.
Kelebihan novel Sherlock Holmes yang sebenarnya adalah (menurut saya) kemampuan Sir Arthur Conan Doyle yang mampu membuat Sherlock Holmes seolah-olah benar-benar hidup di dunia nyata, meskipun Sherlock Holmes hanyalah tokoh rekaan di balik imajinasinya. Novel Sherlock Holmes benar-benar membuat pembaca menyaksikan petualangan Sherlock Holmes di imajinasi mereka masing-masing.
Saking mempesonanya novel Sherlock Holmes di mata saya, saya hampir tidak menemukan kekurangan dari novel ini. Hingga akhirnya pada akhir cerita saya menemukan kalimat dalam bahasa Jerman, “ Schade dass die Natur nur einen Mensch aus dir schuf. Denn zum wurdigen Mann war und zum Schelmen der Stoff.” Inilah kekurangan kecil yang terdapat di dalam novel ini, seharusnya editor memberikannya terjemahan dari kalimat ini.
Berbicara mengenai alur cerita, kasus dimulai dengan kedatangan Mary Morstan kepada Sherlock Holmes untuk meminta bantuan memecahkan sebuah misteri hilangnya ayahnya, Kapten Arthur Morstan. Arthur Morstan dan temannya di India, Mayor  Thaddeus Sholto kembali ke London karena mendapatkan harta karun yang sangat besar jumlahnya. Namun ketika Mary tiba di hotel tempat ayahnya  berada, sang ayah sudah lenyap tanpa jejak.
Alur cerita yang ditulis Sir Arthur Conan Doyle benar-benar mengagumkan. Ia menggabungkan unsur misteri, petualangan, dan kisah cinta dalam ceritanya. Bermula dari misteri hilangnya Mr. Morstan, membawa Sherlock Holmes dan Dr. Watson menuju pencarian harta karun Agra yang hilang dengan nilai setengah juta poundsterling.
Cerita ini diwarnai berita meninggalnya Mr. Morstan dan Mayor Sholto. Lalu dilanjutkan dengan kasus pembunuhan Mr. Bartholomew Sholto yang tewas di kamarnya, sedangkan Sherlock Holmes menemukan secarik kertas di kamar tersebut, “The Sign of Four”-Tanda Empat-, Jonathan Small, Mahomet Singh, Abdullah Khan, dan Dost Akbar. Berlanjutlah kasus itu menuju pencarian harta karun yang hilang. Akhirnya cerita berujung pada penangkapan Jonathan Small dan pembunuh dari Mr. Bartholomew Sholto pada bab 10, Akhir Penduduk Pulau.
Kisah ini juga dibumbui hal romantis antara Dr. Watson dan Mrs. Morstan yang saling tertarik antar satu sama lain. Ada adegan menggelitik pada bab 5, Tragedi Pondicherry Lodge, di saat Mr.Watson dan Mrs. Morstan tanpa sengaja berpegangan tangan dan saat itulah cinta benar-benar terjalin di antara mereka. Dan akhirnya kisah cinta itu berujung pada pengungkapan cinta Dr. Watson pada bab 11, Harta Karun Agra yang Agung.
Saya benar-benar terbuai dalam jalinan kasus yang tertuang dalam cerita ini, dan ada pelajaran yang saya dapat petik dari membaca cerita ini, "Semua yang mustahil, apapun yang tersisa, betapa pun mustahilnya, adalah sebuah kebenaran." Ya, selalu ada kebenaran dari berbagai hal. 
Cerita Sherlock Holmes memang tak pernah lepas dari setting kota London akhir abad 19, karena memang Sir Arthur Conan Doyle menghabiskan lebih dari separuh hidupnya di kota London hingga akhirnya meninggal pada tahun 1930. Gaya penulisannya yang penuh analisa itu memang terpengaruh dari profesinya dahulu yakni seorang dokter.
Begitu banyak seri lain dari novel Sherlock Holmes yang telah diterbitkan di Indonesia tentu saja dengan cerita misteri yang tak kalah mengesankan dibanding Sherlock Holmes The Sign of Four ini. Contoh saja Sherlock Holmes, A Study in Scarlet atau Sherlock Holmes, A Scandal in Bohemia. Jika anda adalah pecinta novel misteri atau hanya seorang awam pun, bukan masalah jika anda tertarik untuk membaca salah satu novel terkenal di dunia ini.

Cerpen Tugas Bahasaku "Malaikat yang Sesungguhnya"

halooo... nama saya rasyiqah sang penulis gadungan. ini adalah cerpen buatan saya sendiri..untuk beberapa kali saya nulis lagi. Yaa, sebenarnya ini tugas bahasa Indonesia di skolah, tapi ak mau tanya pendapat kalian ttg cerpen buatanku.
Oia, ini kisah nyata lho, tapi sebenarnya cerita iniga sepenuhnya nyata, berhubung ak sendiri pikun-pikun ttg kejadian yang alami... jadi aku sengaja buat konflik cerita ini lebih tragis daripada yang aku alami...
Ok, berhubung ceplas-ceplos pra cerita udah habis... silakan membaca...
Smoga suka ya... ^3^

Malaikat yang Seungguhnya
(Minggu siang pukul 2)
Aku benci jadi anak sulung.
Kenapa aku harus jadi anak sulung?
Kenapa aku harus dilahirkan sebagai anak sulung?
Kenapa?
Itulah kalimat-kalimat yang  terus berulang di kepalaku.
Kenapa?
“Aku benci benci benciiiiiiiiiiiiiiiiii….” Teriakku dalam hati. Air mataku terus mengalir di pipiku sembari menahan perih di dada, aku menangis sesengukan.
***
(Minggu siang, pukul 12)
Jam dinding di rumahku menunjukkan pukul 12 siang. Hari Minggu buatku memang hari melelahkan, banyak hal yang harus aku lakukan bersama kembarku, mencuci pakaian, membersihkan  rumah, mengepel, melipat pakaian, dan memasak untuk makan siang. Menurutku  semua pekerjaan itu sulit untuk dikerjakan.
Ceklek, seseorang telah membuka pintu samping rumah. Aku dan kembarku yang sedang memotong sayuran menoleh ke arah pintu. Dia adik lelakiku, masuk tanpa mengucap salam. Sesusah itukah? Dia sudah membuatku merasa kesal.
“Wa alaikum salaaaaam,” kataku setengah mengejek.
“Hebat, kamu ga pernah ngingat rumah?” tanya Riska.
“Salam pun tidak, apalagi rumah” kataku lagi.
Lalu kemudian terdengar langkah kaki kecil melewati pintu samping, adik perempuanku.
“Wah wah wah, ini lagi apa kalian ga tahu sekarang jam berapa?” tanya Riska dengan sinis.
“Oooo, sekarang kan masih jam 12 siang, yaa baru juga 6 jam hilang dari rumah. Sekalian ga usah pulang kalian,” kataku sembari berhenti memotong sayuran-sayuran lalu berdiri.
Kedua adikku masih berdiri di tempat, tetapi tanpa muka menyesal sedikitpun? Apa-apaan mereka? Malah mereka memasang muka meremehkanku! Betul-betul adik kurang ajar.
“Ga urus!” kata adik lelakiku melenggang tanpa dosa masuk ke dapur.
Aku menahan sulutan emosi, betul-betul kurang ajar mereka. Sementara di sebelahku Riska sudah megap-megap menahan emosi.
“Kenapa sih kamu selalu ikut campur?”  adik perempuanku Rahmi memasang muka super sinis kepada kami. Helooo? Apa mereka ini gila, sudah nyata-nyata bersalah dan seolah-olah tanpa dosa mereka berbuat sekurangajar ini? Aku sudah tak tahan!
“DASAR ADIK GILA!!!” kataku sembari mengeluarkan emosi di dada.
“Kurang ajar banget! Kalian pikir kalian yang benar. GILA!!!”
Dengan pisau masih di tangan, aku mengejar adikku yang berada di dapur.
“Apaan kamu? Tidak tahu etika! Tak bermoral! Anak MTs macam apa kau? Anak MTs salah cetak? Haah??” kataku sambil menujuk kasar kepadanya dan tanpa kusadari pisau itu masih berada di tanganku.
Adik lelakiku ketakutan! Ia berpikir aku akan membunuhnya. Tak mungkin kan? Untuk apa juga aku harus masuk penjara hanya karena alasan bodoh melenyapkan dia? Dan, beberapa detik kemudian Ian menangis? Haah? Anak lelaki apaan?
“Kamu sendiri judes, kayak tante-tante!” kata Ian setengah membentak diiringi sesengukan daam tangisnya.
“Dasar cengeng, baru segitu juga nangis,” kataku setengah mengejek.
“Apaan kamu? DASAR PEREMPUAN NAKAL!!!” kata Ian berlari menuju kamarnya dan…
BRAAAKKK!!! Ia membanting pintu kamar kemudian menguncinya.
Penghinaan macam apa ini? Ini sudah sangaaaaaaaaaaaaaaaat keterlaluan. Dan yang menghinaku adalah adikku sendiri? Aku sedikit shock dan terpaku, dan kurasakan pelan-pelan mataku terasa panas. Perlahan ada sudut bening di mataku, kemudian mengalir membasahi pipiku. Aku menahan air mataku untuk keluar berlebihan. Kulap air mataku, aku masuk ke WC untuk membasuh wajahku. Aku tak boleh menangis. Aku cewek kuat, tak seperti Ian dan Ammi yang kudengar sedang menangis di kamar.
Mereka terus berteriak, “Aku akan melapor ke mama!!!”
Riska pun membalas, “Jangan harap ada jatah makan siang buat kalian, bocah setan!!!”
***
(Minggu siang pukul 1 lewat)
Aku dan Riska telah selesai menyantap makan siang buatan kami sendiri. Hanya nasi, ikan, perkedel, dan sayur tumis.  Mama kemudian tiba di rumah…
Dan yang terjadi kemudian adalah…
Rahmi dan Ian melapor ke mama…
Mama marah!
Kami mencoba membela diri…
“Tapi kan ma, sampai kapan mereka mau dibiarin begini, apa mama mau nanti Ian akan jadi anak tukang ngerokok yang nongkrong di deker gitu?” kataku membela diri dengan nada suara yang coba kutahan walaupun nada emosi suaraku sangat kentara.
“Aku ga merokok!” kata Ian lagi masih sambil nangis.
“Bukan sekarang tapi nanti kalo kamu ga ngubah sifatmu bodoh!” kata Riska.
“Hah, kamu berdua jauh lebih banyak bicaranya dari mama, mentang-mentang anak sulung. Merasa sok berkuasa kamu!”
“Tapi ma, dulu temanku yang sekarang merokok, kelakuannya juga begini, emang mau jadi apa dia kalo terus-terusan keluar  sampai ga ingat rumah? Mau jadi pemabuk? Mau gimana masa depannya ma?” suaraku terdengar bergetar, menahan tangis.
“Huuuu… dia itu yang bakal hancurin generasi muda!” kata Riska menambahkan.
“Kalian itu, mentang-mentang sudah merasa tinggi ilmunya kamu bicara kasar begini. Baru kamu nganggap mama ini siapa? Babu?”
Kami diam beberapa saat. Aku masih menahan air mataku yang  terus menggenang di pelupuk mataku…
Kemudian kudengar Riska mengucapkan kata-kata lirih tertahan “Mama selalu aja ngebela Ian terus, Ammi terus. Sedangkan aku? Kapan ma?” Riska kemudian masuk ke dalam kamarnya.
Aku tak menyangka Riska akan mengucapkan kata-kata itu, selama ini kami belum pernah berani mengucapkannya. Mungkin karena hal ini terlalu sering terjadi. Yaa, aku juga sudah jenuh sebenarnya. Dan karena kata-kata itu, tanpa sadar mulutku mengeluarkan kalimat…
“Ga papa kalo mama ga bela kami ma, tapi aku ingin setidaknya mama berlaku adil… anggap kami juga ma…” kataku seiring air mata mengalir di pipiku. Aku berjalan perlahan, menaiki anak tangga, masuk ke dalam kamarku, menutup pintu, air mataku mengucur deras. Tak tertahankan.
***
(Senin siang pukul 02.00)
Entah mengapa siang ini terasa sangat tidak menyenangkan, aku merasa mama tak menganggapku di rumah. Rupanya semua hal kemarin belum membaik. Aku hanya mengambil segelas air putih dan masuk ke kamarku.
Di saat itu, aku merasa sakit perih teriris. Aku seolah bukan siapa-siapa di rumah, hanya seperti serangga yang kehadirannya tak diinginkan. Aku duduk di tempat tidurku, lalu menangis lagi.
Lagi-lagi hatiku bertanya…
Kenapa aku harus dilahirkan sebagai anak sulung?
Aku menangis tersedu-sedu, tetapi berusaha agar tak kedengaran oleh yang lain. Di kepalaku terus membayang peristiwa kemarin.
Ian dan Rahmi yang salah kan? Aku hanya tidak ingin mereka menjadi orang tak bermoral di masa depan. Hanya itu kan? Hmmm… kuakui aku memang egois, aku judes, dan karakterku memang begitu. Bukannya saat kecil aku memang dididik keras oleh papa dan mama? Aku sudah sering merasakan hantaman-hantaman dari tangan mereka kalau sering keluar, aku bahkan sering merasakan pukulan ikat pinggang hanya karena main sejam lebih. Tetapi apa mereka? Sudah keluar selama 6 jam? Tetapi tak ada pukulan ataupun hantaman ikat pinggang untuk mereka? Aku baru memarahi segitu, aku kan tak memukulnya seperti yang dilakukan oleh papa dan mama. Apa aku salah?
Mama selalu saja memanjakan mereka, apalagi Ian. Ian yang bodoh di sekolahnya, Ian yang nakal, Ian yang tak bisa melakukan sesuatu dengan baik, Ian yang pemalas. Dan aku tak pernah. Padahal aku tumbuh menjadi anak yang mandiri, aku bisa membanggakan orang tuaku dengan pretasi yang kumiliku. Dulu aku sempat sakit hati, ketika aku berhasil menjuarai Lomba Cepat Tepat, tak ada hadiah dari mama, bahkan hanya untuk sekedar ucapan selamat. Dulu ketika aku berhasil Juara Umum di Sekolah, mama tak datang mengambilkan raporku, dan ayah sedang sibuk di luar kota. Padahal ketika namaku disebut, aku hanya punya satu keinginan, mama bangga dengan apa yang telah aku capai.
Tetapi mama tak datang, dan orang lain yang mengambilkan raporku. Mama lebih memilih mengambilkan rapor Ian yang peringkat 4 dari belakang, yang membuat mama malu.
Mengenang peristiwa pahit itu, lagi-lagi aku menangis. Dan seperti biasa menangis hingga tertidur. Belakangan ini hal itu sering kulakukan.
Esoknya masalah itu belum membaik. Tak ada komunikasi antara kami dan mama. Mama juga seolah selalu menghindar. Seolah aku bukan siapa-siapa di rumah. Maka ketika malam pun, mama tak mengajakku dan Riska makan malam. Perih!
Aku mencurahkan peristiwa itu kepada kak Icha, orang yang sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri. Semua hal masalah ini kuceritakan, termasuk aku tak diberi makan malam oleh mama.
Dan ia kemudian menyampaikan sesuatu yang begitu bijak:
“Memang, ketika kamu membenci suatu hal, di pikiranmu hanya ada hal-hal buruk tentangnya. Tak ada presepsi baik, padahal jika ade berpikir, ternyata jauh lebih banyak hal yang baik tentangnya. Itu hanya presepsi ade. Kakak juga pernah punya masalah ma mama kakak. Jadi kakak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mama itu punya arti penting banget dek buat hidup kamu. Bayangin aja jika kamu ga punya mama? Bisa jadi tiap malam kamu bakal rinduin dia sampe nangis-nangis dek. Beruntunglah kamu hingga kini masih punya mama. Memang terkadang mama itu ngeselin, mama itu di matamu jahat banget, tapi mama itu adalah malaikat kamu yang sesungguhnya. Makanya kakak saranin kamu untuk secepatnya baikan sebelum sesuatu terjadi and the end itu buat ade menyesal seumur hidup…”
Aku menangis lagi. Aku menyesal.
***
Kata-kata Kak Icha terus mengiyang di kepalaku… “Mama itu adalah malaikat kamu yang sesungguhnya…”
Aku anak ga berguna… aku jahat… aku udah nyakitin hati mama… apa yang harus kuberikan untuk mama???
Sebuah lagu mengiang di kepalaku…
Apa yang kuberikan untuk mama?
Untuk mama…
Tersayang…
Aku tak memiliki sesuatu berharga…
Untuk mama…
Tercinta…
Aku menangis terisak, lebih parah dari sebelummnya. Aku menangis hingga tertidur lagi…
***
Tiba-tiba aku terbangun!!! Rasa katukku pun menghilang! Dalam sekejap, aku pun mencari hp-ku. Dan begitu menemukannya, mataku tertuju pada sudut kanan atas hpku, jam. Jam setengah tiga. Tiba-tiba terbersit sebuah ide di kepalaku…
Aku ingin membuat kue sebagai permintaan maaf ke mama. Kemudian aku membangunkan Riska…
***

Setelah beberapa jam, kue bolu kukus buatanku dan Riska akhirnya jadi. Enaak! Meskipun rupanya kurang cantik, karena ini adalah kue pertama buat kami, tetapi inilah hasil kami dari hati…
Seusai shalat subuh, aku memotong-motong kue bolu. Menatanya di atas piring cantik. Dan aku memberi catatan kecil pada kertas berwarna biru. “Love You Mom”. Aku menaruh kue itu di depan pintu kamarnya. Berharap ketika mama membuka pintu, mama mau memaafkan kami, dan tidak menginjak kuenya. :D
Aku berbaring di sofa, dan begitu berbaring, aku sadar aku merasa lelah. Dan tanpa sadar, aku tertidur.
***
“Ika bangun… sudah jam enam. Riska…” aku mendengar suara mama…
Rupanya semua kembali seperti semula. Hari ini akan berlanjut lebih baik… dan harapanku semua akan baik-baik saja. Aku  akan menjaga malaikatku...